FAJAR, TANA TIDUNG – Sekira 50 persen lahan di Kabupaten Tana Tidung merupakan milik korporasi yakni PT Adindo dan PT Intraca. Sementara 56 hektare lahan yang ada di aset Pemkab Tana Tidung merupakan Hak Guna Banguna (HGB) PT Inhutani.
Wakil Ketua MPR RI Yandri Susanto mengatakan, persoalan di Tana Tidung juga terjadi di daerah lain. Karena itu perlu komunikasi yang sifatnya membangun. Kalaupun ada tanah BUMN dalam hal ini PT Inhutani, jika dimaksimalkan untuk masyarakat melalui pemerintah masyarakat bisa dibantu untuk diakomodir.
“Kalau ada tanah BUMN di lokasi pemerintah daerah lebih baik BUMN menghibahkan atau proses lainnya ke pemda, sehinga ke depan aset aset daerah itu bisa dipertanggung jawabkan. Karena, jika dibangun bukan di atas tanah pemda bisa jadi persoalan ke depan,” ujarnya.
Karena itu, ia mendorong agar Bupati bekomnukasi dengan Kementerian BUMN, dan hasilnya pun menggembirakan. Karena sudah ada titik terang untuk menyelesaikan PR Pemkab Tana Tidung tersebut.
“Artinya lahan lahan yang dikuasai BUMN ini bisa jadi milik pemda, Bupati Tana Tidung beregrak cepat menyelesaikan persoalan ini. Insyaallah dalan waktu dekat sudah bisa menjadi milik Pemkab Tana Tidung,” katanya.
Bupati Tana Tidung Ibrahim Ali mengakui, lahan yang di tempati bangunan rumah sakit, lapangan bola, sekolah dan lainnya seluas 56 ha, Hak Guna Bangunan (HGB) milik PT Inhutani. Yandri Susanto menyarankan agar banyak banyak komunikasi dengan pemerintah provinsi dan pusat.
“Kita sudah komunikasikan dengan Kementerian BUMN. Dari 56 hektare sekitar 12 hektare sudah diduduki masyarakat, kalau tidak segera kita selesaikan, kita jelaskan status lahannya, ke depan bisa habis lahannya diduduki amsyarakat,” jelas bupati.
Karena itu, akan ada pertemuan antara pemerintah dan PT Inhutani terkait negosisasi sesuai dengan kesepakatan dengan Kementerian BUMN sebesar Rp 10 miliar.
“Angkanya memang jauh turun dari yang ditawarkan PT Inhutani sekitar Rp 56 miliar menjadi Rp 10 miliar. Skema pembayarannya bertahap bisa lima tahun. Misalnya Rp 1 miliar di APBD murni Rp 1 miliar di APBD Perubahan,” sebutnya.
“Saya yakin di 2023 sudah bisa kita bayarkan, Kabag Tapem menanyakan masih ada beberapa kesepakatan yang hatrus kita sepakati dulu,” sambungnya.
Karena, jelas Bupati, PT Inhutani juga memiliki bangunan yang pada saat membangun juga mengeluarkan biaya dari aset perusahaan.
“Artinya kita tidak bisa hibah murni, paling tidak ada ganti rugi bangunan di situ. Nah bagaimana dengan 12 hektare apakah diserahkan ke masyarakat, nanti kita lihat formulasinya,” tambahnya. (*)