BBM Subsidi Tak Tepat Sasaran, Didominasi Kendaraan Komersil 

  • Bagikan

FAJAR, TARAKAN – Penyaluran bahan bakar minyak (BBM) jenis biosolar di Tarakan masih belum tepat sasaran. Hal inilah yang menjadi penyebab antrean kendaraan mobil dan truk di SPBU Kusuma Bangsa menjadi panjang sampai hingga ke depan Pelabuhan Malundung.

Sales Branch Manager Rayon V Kaltimut Pertamina Depo Tarakan, Azri Ramadan Tambunan menjelaskan bahwa BBM biosolar bersubsidi memiliki dua sifat yakni konsumen tertentu dengan jumlah terbatas. 

“Berangkat dari dua itu saya sampaikan bahwa biosolar yang ditugaskan oleh pemerintah pusat melalui BPH Migas kepada Pertamina sudah kami salurkan sesuai SK yang ditugaskan ke kami,” tuturnya, Rabu (4/1).

Dalam kategori konsumen tertentu, dijelaskan Azri bahwa tidak semua konsumen berhak mendapat biosolar karena ada regulasi yang mengatur tentang penyaluran BBM biosolar yang tertuang dalam Perpres 191 Tahun 2014, dan SE Dirjen Minerba Nomor 4 tanggal 9 April 2022.

 “Nah, fenomena yang terjadi di Tarakan karena antrean biosolar, kalau kita lihat di lapangan dan disaksikan langsung yang mengantre mayoritas adalah truk pengangkut material. Ini perlu ditelusuri lebih dalam lagi. Truk pengangkut ini sebenarnya benar atau tidak?” katanya.

Mengacu pada surat edaran, seharusnya truk-truk tersebut menggunakan BBM industri dan tidak boleh ikut mengantre di biosolar. Karena fenomena antrean di Tarakan ini juga terjadi ketika dimulainya pekerjaan penggalian atau penimbunan sebuah perusahaan di Juata Permai, Tarakan Utara. “Sebelum itu, di Tarakan tidak pernah terjadi antrean biosolar, di mana pun,” ujarnya.

Menyikapi itu, Azri menyatakan bahwa pihaknya tidak lepas tangan. Pertamina berusaha untuk memfilterisasi kendaraan tersebut, namun ini juga bisa berhasil jika semua instansi terkait bersinergi. Tak hanya Pertamina yang berusaha agar antrean BBM bisa selesai, tapi semua harus bersinergi seperti Pemerintah Kota (Pemkot) Tarakan, penegak hukum, pelaku usaha dan konsumen yang mengantre.

Harusnya pelaku usaha dan konsumen dapat lebih bijak dalam memilih atau menggunakan BBM. Sehingga ketika masyarakat tersebut bukan bagian dari yang berhak mendapatkan BBM biosolar. 

“Kalau kita telusuri juga banyak mobil yang dikategorikan mobil menengah ke atas alias mewah juga mengantre BBM biosolar. Padahal di SPBU kami juga menyediakan produk alternatif seperti dexliteyang memiliki kualitas yang berbanding lurus dengan harganya,” ungkapnya.

BBM jenis biosolar ini terbatas, sehingga kuotanya telah dijatah per SPBU dan telah diatur oleh pemerintah melalui BPH Migas. “Itu sudah kami kotak-kotakkan kuotanya. Jadi Pertamina bergerak sebagai operator, pelaksana penyaluran yang diwakilkan oleh SPBU. Kami juga sebagai penyedia BBM,” jelas Azri.

Untuk itu, jika BBM dinyatakan tidak tersedia merupakan salah persepsi. Sebab pihaknya telah menyediakan BBM sesuai dengan yang telah ditugaskan. Sebagai contoh SPBU Gunung Lingkas/Kusuma Bangsa per bulan mencapai 270 KL biosolar.

Selain itu, disparitas harga yang terbilang cukup besar juga menyebabkan beberapa oknum maupun spekulan menyalahgunakan BBM biosolar dengan mengetap. Menyoal subsidi tepat sudah dijalankan oleh pihaknya khususnya biosolar telah memiliki barcode

“Kok mereka dapat (barcode)? Karena metode yang digunakan oleh pelaku usaha itu adalah sewa. Jadi kendaraan itu atas nama pribadi, sementara kami tidak memfilter pekerjaan, tapi data kendaraan. Kalau kendaraan pribadi dan sesuai regulasi masih untuk menggunakan biosolar maka barcode-nya tetap dikeluarkan,” ujarnya.

Koordinasi terakhir Dishub Tarakan diminta agar dapat memberikan daftar truk yang digunakan untuk pekerjaan timbunan dan galian. Agar filterisasi di SPBU dapat dilakukan. “Pertamina kalau tidak dibarengi aparat penegak hukum, kami tidak bisa. Tapi seenggaknya kami bisa mengimbau, kendaraan mana yang mau diajak diskusi dan mediasi. Tapi kalau tidak punya data jelasnya, maka mereka bisa berdalih,” ucapnya.

Melalui hal tersebut, Azri berharap agar aparat penegak hukum dapat memberikan penanganan ekstra. Apalagi fenomena ini bukan hal yang baru. Azri juga menyatakan bahwa pihaknya sudah melakukan koordinasi dan berkunjung langsung ke SPBU untuk menertibkan pengetap, namun tak maksimal hasilnya.

Azri mengharapkan agar pelaku usaha dapat bersikap lebih bijak dalam memilih BBM. Sehingga konsumen tidak berbondong-bondong antre di SPBU hingga menutupi usaha-usaha milik masyarakat dipinggir jalan. “Karena kalau yang antre itu adalah benar-benar orang yang berhak, mungkin tidak terjadi antrean itu,” katanya. (*) 

  • Bagikan