FAJAR, JAKARTA — Isu yang menerpa pegawai honorer di lingkungan Kementerian PUPR terkait dengan tidak digunakannya lagi tenaga honorer menimbulkan kekhawatiran bagi tenaga honorer yang kini berjumlah sekitar 23.000 pegawai.
Ketua Umum Forum Pegawai Non ASN PUPR (FORGASN PUPR), Madens Hattu mengatakan, isu pegawai honorer tak lagi dipakai instansi Pemerintah mulai 28 November 2023 ini sesuai PP Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (Non-PNS Instansi Pemerintah masih tetap melaksanakan tugas paling lama lima tahun saat peraturan tersebut diberlakukan).
Selanjutnya, kata Madens, status Pegawai Pemerintah hanya ada dua jenis, yakni Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) yang disebut sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN).
Untuk beberapa pekerjaan di Instansi Pemerintah, seperti Petugas Keamanan dan Kebersihan nantinya akan dipenuhi melalui tenaga alih daya dengan pihak ketiga atau pekerja outsourcing. Sementara Pemerintah akan mengutamakan Rekuitmen PPPK guna memenuhi kebutuhan ASN.
“Dengan adanya PP tersebut, jangan sampai keberadaan pegawai honorer sebagai pejuang infrastruktur tidak mendapatkan penghargaan. Bagaimana nasib mereka jika sampai dirumahkan? Dan melalui Munas ini kami ingin bagaimana pemerintah bisa menyelamatkan nasib kami dan memberikan skema yang jelas,” ujar Madens kepada wartawan disela-sela pelaksanaan Munas FORGASN PUPR, Sabtu (28/1/2023) di Jakarta.
Kami, kata Madens, yang tergabung dalam FORGASN PUPR menyatakan beberapa hal yaitu menolak outsourcing, mendorong DPR untuk segera merevisi UU ASN No. 5/2014 pasal 131A untuk disahkan dan meminta seluruh pegawai non PNS yang ber-NRP diangkat menjadi PNS serta memasukkan kembali tenaga pendukung (pengemudi, pramubakti dan satpam) ke dalam data validasi non PNS.
Koordinator Bina Marga, Dwi Denny Apriliani, menjelaskan bahwa Munas FORGASN PUPR yang dihadiri sekitar 60 orang sebagai perwakilan dari tenaga honorer di seluruh Indonesia ini meminta kepada pemerintah agar seluruh pegawai honorer yang telah bekerja belasan tahun diangkat menjadi PNS.
“Perlu diketahui khalayak umum bahwa tenaga honorer bukan hanya berada di tenaga pendidikan atau kesehatan saja, namun 75 persen non PNS pun ada di PUPR. Kami hanya meminta diangkat menjadi PNS,” ungkap Denny.
Hal senada disampaikan Alpius Itlay, salah seorang pegawai honorer perwakilan dari Papua mengungkapkan bahwa keberhasilan pembangunan infrastruktur di Papua dimasa pemerintahan Jokowi tidak lepas dari peran tenaga honorer. Oleh karena itu, ia meminta pemerintah memperhatikan SDM yang telah bekerja.
“Melalui Munas ini, kami meminta presiden Jokowi untuk mengangkat kami menjadi PNS sebagai perwujudan dari sila kelima Pancasila. Ini keluh kesah kami,” pungkasnya. (*)