Perjalanan Haji Diusulkan 35 Hari, Hemat Biaya Konsumsi hingga Rp322 M

  • Bagikan

FAJAR, JAKARTA— Upaya mengurangi biaya penyelenggaraan ibadah haji (BPIH) 2023 yang naik signifikan terus dilakukan pemerintah. Salah satunya, memperpendek waktu perjalanan haji.

Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, Diah Pitaloka, mengusulkan pengurangan masa perjalanan haji dari 42 menjadi 35 hari.

Apabila dipangkas tujuh hari, komponen konsumsi dalam BPIH bisa diefisienkan hingga lebih dari Rp322 miliar. Besaran tersebut diperoleh dari gambaran kalkulasi untuk satu komponen saja, yakni makan. Biayanya SAR 18 (kurs Rp4.200) untuk sekali makan.

Karena itu, dia meminta Kementerian Agama, Kementerian Perhubungan, dan maskapai penerbangan untuk memperjuangkan perubahan kebijakan di Arab Saudi mengenai jadwal pemberangkatan pesawat jemaah calon haji (JCH) Indonesia. Dengan begitu, tidak mengambil hari terlalu panjang dan dalam rentang waktu 30–35 hari.

”Itu baru efisiensi dari sisi konsumsi saja. Belum dari sisi pelayanan, SDM, dan sebagainya,” ujarnya, Sabtu (4/2/2023) kemarin.

Menurut Diah, urusan teknis penerbangan yang selama ini dianggap sebagai kendala pengurangan masa perjalanan haji kini sudah bisa diatasi. Bandara Jeddah telah diperluas. Artinya, jumlah penerbangan bisa ditambah. Belum lagi dengan keberadaan Bandara Taif yang juga dapat dimanfaatkan.

“Agar bisa merealisasikan haji 35 hari, dibutuhkan 15 kali penerbangan dalam sehari dan Garuda Indonesia siap untuk itu,” ungkap politikus PDIP tersebut.

Pemerintah, lanjut dia, harus memperjuangkan rencana itu melalui lobi kepada pihak Saudi. Dengan pengurangan masa perjalanan haji, Diah memastikan rangkaian ibadah tidak akan terganggu. Termasuk pelaksanaan arbain di Madinah.

Saat ini dia bersama rombongan Komisi VIII DPR RI melakukan kunjungan kerja ke Saudi terkait persiapan haji 2023. Ketua Pelaksana Harian Forum Komunikasi Kelompok Bimbingan Ibadah Haji dan Umrah (FK KBIHU) periode 2016–2022 Qasim Shaleh turut mengamini usulan tersebut.

Dia menyebut ibadah haji selama 35 hari sama sekali tidak akan mengganggu rangkaian ibadah. Sebab, inti haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina (Armuzna) hanya 6 hari. Kemudian arbain di Madinah hanya 8 hari. Pengurangan masa haji itu sejatinya pernah diusulkan pihaknya kepada pemerintah. ”Jadi, sangat-sangat tidak mengganggu secara ibadah,” katanya.

Perluasan Bandara Jeddah juga memungkinkan jumlah penerbangan bertambah. ”Paling hanya slot penerbangannya yang perlu dibahas karena itu kewenangan Kerajaan Arab Saudi,” ucapnya.

Pada bagian lain, Konsul Jenderal (Konjen) RI di Jeddah Eko Hartono menegaskan, pihaknya terus berupaya membuka keran ekspor produk Indonesia ke Arab Saudi. Itu menjadi program strategis mengingat jumlah jemaah haji Indonesia adalah yang terbesar di dunia.

“Kami targetkan dalam tiga tahun ke depan, kita bisa penuhi 30 persen kebutuhan makanan dan minuman untuk jemaah haji kita,” ungkapnya.

Menurut Eko, selama ini proporsi produk Indonesia yang dikonsumsi jemaah haji Indonesia masih sangat kecil, yakni baru sekitar 10 persen. Padahal, nilai makanan dan minuman yang dikonsumsi jemaah haji Indonesia mencapai Rp500 miliar.

Perusahaan penyedia layanan katering dan muasasah di Saudi lebih banyak menggunakan produk dari Thailand, Vietnam, Tiongkok, dan lainnya.

“Salah satu upaya yang dilakukan KJRI untuk mencapai target 30 persen adalah menggelar Indonesian Hajj Expo (IHE),” ujarnya.

IHE diadakan pada 1–2 Februari 2023 di Balai Nusantara, Wisma Konjen RI Jeddah. Kegiatan itu diikuti 21 eksportir Indonesia dan 9 importir produk Indonesia di Saudi.


Turut serta pula sekitar 40 perusahaan penyedia layanan katering di Saudi, baik dari Makkah maupun Madinah. Dengan mempertemukan calon supplier Indonesia dengan pengguna dari Saudi, diharapkan akan tercapai kesepakatan dagang dengan harga dan kualitas produk yang baik untuk haji. Khususnya untuk makanan dan minuman.

Namun, yang harus menjadi catatan penting adalah pemenuhan persyaratan dari Saudi Food and Drug Authority (SFDA) oleh eksportir Indonesia agar produknya bisa masuk. Sebab, tanpa sertifikasi SFDA, produk Indonesia sulit masuk Saudi.

“Sebagian dalam proses seperti beras dan ikan. Ke depan, kami sudah minta pengusaha kita terus memproses perizinan untuk produk-produk lainnya sehingga dapat masuk Saudi dan bisa dipakai haji,” paparnya.

Langkah KJRI Jeddah mendapat dukungan Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kemenag Hilman Latief. Menurut dia, program tersebut selaras dengan misi PHU dalam menguatkan ekosistem ekonomi haji. Dimensi penyelenggaraan haji tidak hanya ibadah, tapi juga perniagaan. Di Indonesia pun telah diadakan pameran serupa. ”Semoga ekosistem ekonomi haji di Indonesia makin kuat,” ungkapnya. (jpg/fajar)

  • Bagikan