FAJAR, JAKARTA – Upaya membangun budaya politik yang damai dan penuh harmoni harus digencarkan jelang pelaksanaan Pemilu 2024
Demikian disampaikan Direktur Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum (Dirjen Polpum) Kemendagri Bahtiar dan Direktur Ketahanan Ekonomi Sosial dan Budaya Ditjen Polpum La Ode Ahmad, saat membuka Webinar bertema Budaya Pemilu yang Harmoni, Jumat (17/3).
Webinar yang diikuti ratusan pejabat Badan Kesbangpol di seluruh Indonesia itu, menghadirkan sejumlah narasumber, antara lain Sekjen Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Bamang Hendroyono, La Ode Ahmad, juga dari KPU dan Bawaslu, serta Kemendikbudristek.
Bahtiar mengatakan bahwa secara teori dan konsep, pemilu sebagai sebuah praktik berdemokrasi, punya kesamaan saat diterapkan di banyak negara.
Namun, fakta di lapangan, pelaksanaan pemilu ada yang tidak berkesuaian dengan budaya lokal.
Bahkan, terkadang terjadi “benturan” dengan budaya patronase yang masih kental dianut oleh sebagian kelompok masyarakat di Indonesia.
“Praktik berdemokrasi ini akan berinteraksi dengan budaya lokal. Misal pemilihan langsung, bagi masyarakat yang berbudaya patron, pasti ada risiko-risiko, ada benturan-benturan. Dari kebiasaan kepentingan-kepentingan mereka disuarakan oleh kepala adat atau kepala suku, menjadi one man one vote (dalam pemilu),” terang Bahtiar.
Meski demikian, lanjut Bahtiar, nilai-nilai positif budaya lokal, termasuk pada masyarakat adat, bisa menjadi semacam obat penyelesaian konflik terkait pemilu.
Nilai-nilai positif budaya lokal, antara lain kebersamaan dan rasa persaudaraan yang kuat.
“Nah, nilai-nilai kebersamaan dan persaudaraan yang dijunjung tinggi itu bisa menjadi obat menyelesaikan konflik, kalau sudah telanjur ada konflik,” ujar Bahtiar, yang sebelumnya menjabat sebagai Direktur Politik Dalam Negeri Ditjen Polpum itu. (jpnn/fajar)