FAJAR, TARAKAN – Gigitan dari Hewan Penular Rabies (HPR) memiliki fatalitas yang cukup tinggi kepada manusia. Beberapa waktu terakhir, Indonesia dihebohkan dengan kasus rabies yang terjadi di beberapa wilayah. Kendati di Kalimantan Utara (Kaltara) belum ditemui kasus serupa, tentu penanganan pada korban HPR harus diantisipasi.
Dokter spesialis syaraf RSUD dr. H Jusuf SK, dr. Johannes, Sp.N menjelaskan penanganan pada pasien yang tergigit hewan harus melalui analisis dahulu. Apakah hewan tersebut memang terindikasi HPR atau bukan. Penanganannya tentu pada observasi hewan setelah adanya gigitan tersebut selama 14 hari. Sebaiknya, jika terkena gigitan hewan terindikasi rabies haruslah dikandangkan terlebih dahulu.
“Kalau hewan penggigitnya selama 14 hari ini tidak ada masalah berarti kita tidak berikan apa-apa (ke pasien). Kita juga harus pastikan dulu luka gigitannya risiko tinggi atau rendah,” jelasnya, Rabu (28/6/2023).
Diuraikannya, luka gigitan risiko tinggi dapat diketahui dari area gigitan HPR, di antaranya gigitan hewan dibagian bahu ke atas seperti wajah dan leher. Bekas gigitan HPR yang cukup banyak, gigitan dalam dan luas, gigitan pada jari tangan dan gigitan pada bagian tubuh yang terdapat selaput serta mengandung cairan, seperti mulut dan mata. Sementara untuk luka risiko rendah seperti goresan dan terkena air liur HPR pada bagian kulit yang kering dan gigitan pada bagian tangan atau kaki.
Penanganan pada pasien yang terkena gigitan pun juga dibedakan. Jika terkena risiko tinggi rumah sakit atau puskesmas akan memberikan serum dan vaksin anti rabies. Lalu, jika gigitan dengan risiko rendah cukup diberikan vaksin saja.
“Setelah hewannya diobservasi dan hewan menunjukan perubahan sikap sampai meninggal barulah kita berikan vaksin rabies dan serum pada penderita dengan risiko tinggi,” sebutnya.
Pemberian vaksin yang harus melalui observasi hewan ini adalah standar aturan dari Kementrian Kesehatan. Biasanya akan ada assessment terlebih dahulu dari dokter yang menangani. Sehingga pasien tak langsung diberikan vaksin sebelum adanya observasi hewan.
“Kecuali risiko tinggi. Kalau risiko tinggi kita berikan vaksin dan serum. Ada juga pengecualian kalau pasien sudah dapat vaksin rabies 3 bulan sebelumnya kita tidak ulang. Karena ada kekebalan dari tubuh,” pungkasnya. (*)