FAJAR, TARAKAN – Batu empedu adalah batu yang terbentuk dikantong dan disaluran empedu. Kenapa bisa terjadi batu, karena ada proses ketidaksimbangan komponen yang ada didalam cairan empedu itu sendiri.
Cairan empedu itu sendiri diproduksi oleh hati, yang punya fungsi utamanya untuk mencerna lemak yang ada dalam makan. “Jadi setiap kita makan itu akan dikeluarkan cairan empedu,” kata Dokter Spesialis Bedah, dr. Dion Faisal, Sp.B, Jumat (10/11).
Komponen – komponen dalam cairan empedu ketika terjadi gangguan, maka akan terjadi supersaturasi, pengentalan berbentuk kristal dan pada akhirnya terbentuk batu.
Batu itu sendiri, kata dia, akan menimbulkan masalah. Utamanya menjadi sumber infeksi untuk kantong empedunya sendiri, sehingga pada pasien timbul keluhan. Keluhan yang paling sering dikeluhkan adalah nyeri perut, bisa diuluh hati atau diperut kanan atas. Jika penyakitnya sudah lama, nyerinya bisa tembus kepunggung belakang, atau sampai dibawah tulang belikat.
Faktor yang menyebabkan batu empedu disebut 4 F, yakni fat (gemuk), forty (usia diatas 40), female (perempuan), fertile (kehamilan). “Bukan berarti laki – laki tidak bisa, tapi menurut penelitian 2:1, banyak perempuan dari pada laki – laki, khususnya umur 40 keatas,” ujarnya.
“Polanya juga sudah mulai bergeser, umur 20an sudah banyak, bahkan di kita termuda itu umur 19. Kalau dirumah sakit luar munkin ada yang dibawah 15 tahun, itu menandakan pola makan kita yang sudah serba jung food bisa menjadi penyebab juga,” tambahnya.
Gejala lain sakit batu empedu adalah mual, muntah, perut terasa kembung. Kalau batu itu sampai menyumbat saluran empedunya, maka terjadi hambatan aliran dari cairan empedu, yang menyebabkan pasiennya menjadi kuning yang biasa dikenal masyarakat sakit kuning.
“Sering kali pasien itu dikira menderita sakit maag atau sakit lambung, jadi hanya diobati saja sampai berbulan – bulan, bahkan tahunan tidak pernah sembuh, ternyata dilakukan pemeriksaan secara teliti, penyebabnya adalah batu empedu,” ungkapnya.
Ia mengunkapkan, pasien yang dicurigai penyakit batu empedu, tentunya akan dilakukan pemeriksaan yang lengkap.
“Seperti menanyakan keluhan kepada pasien, pemeriksaan darah melihat tanda infeksi dari kantong empedunya, itu biasa ditanda dengan sel peningkatan darah putih. Kemudian tes fungsi liver, apakah ada masalah atau tidak, kadar bilirubin kita cek. Semua bisa dilihat dari lab darah dan yang paling sesitivitas cukup tinggi untuk mendeteksi adalah lewat USG. Dua pemeriksaan itu sudah cukup biasanya,” ucapnya.
Pasien batu empedu yang bergejala simtomatik politeistis, batu empedu dengan keluhan seperti nyeri dan lain-lain, maka termasuk indikasi operasi. Ada juga pasien dengan batu empedu yang tidak bergejala.
Baca Juga : Cerita Salma Amin, Wartawan Perbatasan Peraih Adinegoro
“Biasanya kita temukan tidak sengaja, contoh pasien itu medical check up dari perusahaan, dilakukan USG, ada batu ukuran kecil, tapi pasiennya tidak gejala, nah itu biasanya tidak dioperasi,” katanya.
Di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr. H. Jusuf, SK untuk menangani penyakit batu empedu, ada dua jenis operasi yaitu open cholecystectomy dan laparoscopic cholecystectomy. Open cholecystectomy irisannya lebar membuka dinding perut untuk mencapai kantong empedunya.
Sedangkan laparoscopic cholecystectomy, irisannya kecil sekitar satu cm dipusar untuk masukan kamera, kerjanya pakai alat yang dimasukan lewat irisan tersebut. “Kalau laparoscopic cholecystectomy, mengurangi nyeri pasca operasinya tingkat kesembuhan lebih cepat dan kembali beraktifitas normal. Maksimal dua hari perawatan bisa pulang dan aktivitas normal, kalau pasca operasi open cholecystectomy, biasanya perawatan sampai 5 – 7 hari, baru bisa pulang,” terangnya.
Saat ini RSUD dr. H Jusuf SK menjadi rujukan tidakkan laparoskopi, tidak hanya batu empedu, tapi usus buntu, biopsi tumor dan kasus kista juga bisa. “Terkait sumber daya manusia (SDM) cukup mumpuni, tenaga kesehatanya khusus untuk mengerjakan laparoskopi, sudah terlatih dan punya sertifikat pelatihan,” tuturnya. (*)