FAJAR, TANJUNG SELOR – Pembangunan Kawasan Industri Hijau Indonesia (KIHI) di Mangkupadi, yang awalnya diharapkan membawa angin segar bagi kesejahteraan masyarakat, kini justru menjadi sumber keresahan. Meski dijanjikan sebagai proyek ramah lingkungan dan berkeadilan sosial, realitas di lapangan menunjukkan sebaliknya. Terutama di Desa Mangkupadi, berbagai isu ketimpangan dan ketidakadilan mencuat, membayangi kehidupan nelayan setempat.
Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) sebagai bagian dari proyek KIHI menjadi titik awal dari sejumlah masalah. Banyak warga yang tanahnya diserobot tanpa ganti rugi yang layak. Selain itu, peluang tenaga kerja yang dijanjikan tidak terealisasi, dan aktivitas kapal tongkang pengangkut material semakin mengganggu kehidupan para nelayan.
Kelompok nelayan di Mangkupadi, yang berjumlah empat kelompok, merasa resah dengan menurunnya hasil tangkapan ikan. Tidak ada solusi alternatif yang ditawarkan oleh pihak terkait, seperti peningkatan kapasitas ekonomi nelayan di luar hasil laut. Mereka juga tidak dilibatkan dalam pekerjaan di KIPI.
Jamaludin, ketua kelompok nelayan TKBM di Mangkupadi, menegaskan bahwa kelompoknya tidak pernah dilibatkan oleh KIPI. Sejauh ini, mereka hanya merasakan dampak negatif dari pembangunan, tanpa perubahan positif dalam kesejahteraan. Sejak pembangunan dimulai, wilayah tangkap ikan nelayan dibatasi oleh perusahaan. Padahal, beberapa area tersebut merupakan habitat ikan yang penting bagi mata pencaharian nelayan. Pembatasan ini memaksa para nelayan kehilangan sumber penghasilan utama mereka, yang bertolak belakang dengan janji kesejahteraan yang diusung oleh proyek KIHI.
“Nelayan Bagan, yang bekerja malam hari menggunakan jaring dan lampu sorot, kini harus menghadapi tantangan baru. Pembangunan KIHI yang berada di pinggir pantai dengan lampu sorot yang terang mengganggu aktivitas mereka. Cahaya yang terlalu terang mempengaruhi hasil tangkapan ikan, yang biasanya lebih baik pada malam tanpa sinar bulan. Akibatnya, pendapatan nelayan Bagan menurun drastis,” bebernya, Rabu (29/5)
Ia mempertanyakan, untuk apa dan siapa industri ini hadir jika masyarakat jadi korban. Hingga kini, PT KIPI belum pernah melakukan sosialisasi terkait Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) pembuangan KIHI secara menyeluruh. Masyarakat tidak diberi penjelasan tentang nasib mereka di tengah proyek yang menghabiskan lahan seluas 30.000 hektar ini. Relokasi warga pun tidak pernah dibahas dalam forum pemerintahan.
“Atas dasar berbagai permasalahan ini, kami kelompok nelayan di Mangkupadi melakukan aksi unjuk rasa pada Rabu (29/5). Aksi yang dimulai pukul 08.00 diikuti oleh sekitar 50 orang yang berorasi dan membawa tulisan-tulisan sebagai bentuk kegelisahan terhadap keberadaan KIHI,” terangnya.
Jumar, salah satu nelayan, menambahkan bahwa masalah nelayan harus segera diselesaikan. Permasalahan utama yang dihadapi termasuk jalur kapal tongkang yang tidak jelas, lampu kapal yang mempengaruhi hasil tangkapan, dan limbah perusahaan yang dibuang di sekitar bagan.
“Bagan saya pernah ditabrak kapal tongkang hingga roboh, dan limbah kapal juga mempengaruhi hasil tangkapan kami. Kami tidur pun tidak nyenyak karena khawatir bagan kami ditabrak,” jelasnya.
Jumar mengaku telah melaporkan masalah ini ke dinas perikanan, namun hingga kini belum ada solusi. Para peserta aksi menegaskan, jika tidak ada penyelesaian, mereka akan menggelar aksi serupa dengan jumlah massa yang lebih besar. Situasi ini menunjukkan bahwa pembangunan KIHI yang seharusnya membawa kesejahteraan, justru menimbulkan masalah baru bagi masyarakat Mangkupadi.
“Diperlukan perhatian serius dan langkah nyata dari pemerintah dan perusahaan terkait untuk menyelesaikan berbagai permasalahan yang dihadapi nelayan, guna mencapai tujuan pembangunan yang sesungguhnya,” ujarnya.
Kapolsek Tanjung Palas Timur, Iptu H. Firman Arifai, yang hadir di lokasi aksi, sempat memediasi demonstran.
“Kami siap memfasilitasi penyelesaian persoalan ini,” ujar Firman, yang memastikan bahwa dalam sepekan masalah ini akan diselesaikan. (fai)
///TUNTUTAN//
- Harus ada Jalur yang disepakati Bersama dengan Nelayan. Dimana jalur tersebut tidak mengganggu aktifitas nelayan.
- Tidak membuang limbah industri di laut yang dapat mencemari laut.
- Pembangunan PLTU wajib mensosialisasikan Dampak Lingkungannya kepada Masyarakat dan Nelayan.
- Melibatkan Masyarakat dan Nelayan pada Proses Bongkar Muat Material PSN.
- Apabila dalam waktu sepekan pihak perusahaan tidak merespon aksi ini maka kami akan melakukan aksi kembali.