FAJAR, TARAKAN – Meski Beberapa waktu lalu, pemerintah secara resmi telah mencabut Harga Eceran Tertinggi (HET) pada minyak goreng, namun ketersediaan minyak goreng masih langka di pasaran. Terpantau pada beberapa pusat perbelanjaan masih kehabisan minyak goreng.
Melihat kondisi tersebut, Komisi II DPRD Tarakan berencana kembali melakukan pemanggilan kepada Dinas Koperasi Usaha Mikro Kecil dan Menengah dan Perdagangan (DKUMP) Tarakan dan Distributor. Mengingat, dengan dicabutnya HET seharusnya masyarakat tidak kesulitan lagi untuk mendapatkan minyak goreng.
“Kami sebelumnya sudah memanggil distributor dan DKUMP bahwa sebenarnya alasan kelangkaan ini kan karena HET, sementara kendala distributor minyak goreng ini pada mengambil minyak dari pabrik di angka sekitar Rp 16-17 ribu. Sehingga hal ini membuat distributor enggan mengeluarkan stok minyak gorengnya karena menunggu persetujuan pabriknya,” ujarnya, Selasa (22/3).
“Setelah RDP dilakukan akhirnya dilakukan bazar atau pasar murah. Tapi setelah HET dicabut ternyata masih terjadi kelangkaan di pasar. Tentunya masyarakat tidak mungkin selamanya mengharapkan adanya pasar murah atau bazar. Sehingga hal ini menjadi pertanyaan mengapa masih terjadi kelangkaan,” sambungnya.
Dijelaskannya, pihaknya akan kembali menanyakan alasan pihak terkait belum dapat menuntaskan persoalan tersebut. Padahal menurutnya, persoalan ini seharusnya tidak terjadi lagi. “Kami berencana kembali memanggil DKUMP dan distributor untuk menanyakan apa alasan mereka. Karena kendala sejak awal sudah diatasi sehingga masyarakat seharusnya tidak kesulitan lagi mendapatkan minyak goreng,” tukasnya.
“Ini malah yang banyak ini minyak goreng dari Malaysia yang masuk ini untuk sementara menutupi kebutuhan masyarakat. Kami lihat seminggu ini apakah kelangkaan masih bertahan atau tidak. Kami tetap melakukan pengawasan dan kami tetap berkoordinasi dengan mereka terkait dengan perkembangan-perkembangan terkini,” imbuhnya.
Sementara itu, anggota DPD RI, Hasan Basri meminta kepada pemerintah untuk peka terhadap berbagai keluhan masyarakat tentang kelangkaan dan kenaikan harga kebutuhan pokok. “Kelangkaan dan kenaikan harga sejumlah bahan pokok sangat menyulitkan masyarakat. Kami melihat langsung di lapangan bahwa benar mereka merasa kesulitan dan mengeluhkan minyak goreng,” tukasnya.
Menurutnya, kelangkaan minyak goreng harus menjadi perhatian bersama sebab beberapa sektor ekonomi lain juga turut terimbas adanya kondisi itu. “Berbagai solusi bisa kita bahas secara bersama, yang penting harus gerak cepat. Jangan suruh masyarakat menunggu terlalu lama untuk menemukan solusi. Dapur kita harus ngebul, terlebih kita akan memasuki bulan Ramadan,” tegasnya.
Ia menuturkan, ada tiga hal yang harus diupayakan oleh pemerintah untuk mengurai persoalan kebutuhan pokok dalam negeri, yakni pertama, Mengenakan pajak ekspor minyak goreng. Kedua, Relaksasi kewajiban produsen dan ketiga, operasi pasar.
“Pajak ekspor minyak goreng perlu dikenakan. Sebab, harga minyak goreng dunia mengalami kenaikan dari yang awalnya di harga USD 1.100 menjadi USD 1.340. Namun apabila dirasa kurang efektif dalam mendorong kebutuhan pasar dalam negeri, pemerintah dapat mengenakan pajak ekspor minyak goreng sampai harga-harga kebutuhan pokok stabil,” lanjut Hasan Basri melalui siaran pers tertulisnya.
Berdasarkan data Kementerian ESDM saat ini Pemerintah mengalokasikan biodiesel untuk pasar dalam negeri sebanyak 10,15 juta kiloliter, dengan perkiraan dana pembiayaan biodiesel dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) akan sebesar Rp 35,41 triliun. “Seharusnya, pemerintah bisa juga mengalihkan subsidi minyak biodiesel 50 persen atau setara dengan 17,705 triliun untuk disubsidikan ke berbagai kebutuhan. Sebab biodiesel ini subsidi mengarah ke orang mampu,” tukasnya. (*/ful)