FAJAR, TANJUNG SELOR – Mutu pendidikan di Kaltara terus ditingkatkan secara bertahap. Salah satunya melalui sekolah penggerak untuk menuju transformasi pendidikan.
Kepala Balai Penjaminan Mutu Pendidikan (BPMP) Kaltara, Dr. Jarwoko menjelaskan, sekolah penggerak ini merupakan proses transformasi pendidikan. Penetapnnya, berdasarkan surat keputusan (SK) dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek).
“Pemerintah tidak memaksakan daerah untuk ikut program sekolah penggerak. Tetapi, pemerintah menawarkan,” kata Jarwoko saat ditemui di ruang kerjanya, Rabu (28/9).
Jika Pemda berkenan untuk mengikuti sekolah penggerak maka harus ada membuat perjanjian dengan pemerintah pusat. Untuk di Kaltara, angkatan pertama (2021) di Nunukan.
“Disana (Nunukan) ada 13 sekolah yang ikut sekolah penggerak,” ungkapnya.
Untuk angkatan kedua (2022), ada dua daerah. Bulungan 12 sekolah dan Tana Tidung 5 sekolah. Kemudian, ditambah 9 sekolah di Nunukan. Sedangkan untuk Tarakan masuk pada angkatan ketiga (2023) 9 sekolah.
“Jadi, Kabupaten Nunukan yang sebelumnya sudah ikut pada angkatan pertama masih bisa ikut angkatan kedua. Tetapi, dengan sekolah yang berbeda,” bebernya.
Di Nunukan, sambung Jarwoko, ada sekitar 20 sekolah penggerak yang lolos. Namun, kuota dari Kemendikbudristek hanya 13 sekolah. “Nah, yang tidak terpilih ini masuk sebagai cadangan dan bisa ikut pada angkatan kedua. Tetapi, tidak perlu tes lagi, karena sudah memenuhi syarat. Tinggal ikut pemeringkatan dari pemerintah daerah. Jadi, kewenangan sepenuhnya diberikan kepada pemerintah daerah,” jelasnya.
Namun demikian, Pemda tidak memiliki kewenangan untuk mengangkat sekolah penggerak, karena yang melalukan seleksi tetap di pemerintah pusat. Setelah itu, mereka akan mengikuti pelatihan komite pembelajaran yang terdiri dari kepala sekolah (kepsek), pengawas dan guru.
“Mereka yang mengikuti pelatihan ini dilatih oleh fasilitator pendamping dari perguruan tinggi,” ungkapnya.
Sebebarnya, ada empat poin utama pada pelaksanaan sekolah penggerak. Pertama, menciptakan proses transformasi pendidikan. Sehingga, pembelajaran terpusat pada kepentingan peserta didik. Kedua, menciptakan setuan pendidikan yang aman,nyaman dan menyenangkan. Ketiga, membangun komunitas belajar.
“Poin keempat ini yang paling penting. Hasil belajar yang terfokus pada kepentingan peserta didik terlihat ada kemajuan. Bukan pada ketuntasan meteri pelajaran. Tetapi, pada kemajuan hasil belajar,” ungkapnya.
Dalam hal ini, pemerintah memberikan tiga opsi. Menggunakan kurikulum 2013, darurat atau merdeka. Bahkan, sekolah juga diberikan ruang meng-grade (nilai).
“Tetapi, yang terpenting berpedoman pada empat poin tadi,” bebernya.
Menurutnya, saat ini tidak penting untuk menuntaskan materi pelajaran jika murid tidak menguasainya. “Sekarang ini guru harus berorientasi pada peserta didik bukan pada meteri pelajaran. Kalau ada guru yang marah kepada murid berati lebih mengutamakan meteri pelajaran daripada muridnya,” pungkasnya.(*)