Kepala Dinas Pendidikan (Dispendik) Surabaya Yusuf Masruh mengatakan, gagasan peniadaan PR tersebut sejalan dengan rencana pengurangan jam belajar di sekolah. Pembelajaran di sekolah yang semula berakhir pukul 14.00 dibatasi hingga pukul 12.00.
”Dua jam digunakan untuk kegiatan ekstra. Lebih pada pengembangan karakter siswa,” jelasnya.
Selain mengurangi jam pelajaran, dispendik membebaskan siswa dari PR. Menurut Yusuf, seluruh pelajaran harus selesai di sekolah. Tidak ada lagi PR yang dikerjakan di rumah. ”Sehingga anak pulang ke rumah itu bisa lebih fresh,” tuturnya.
Di rumah siswa tinggal membaca ulang pelajaran yang diterima di kelas. Fokusnya lebih pada pemahaman. Saat program itu berjalan, dispendik berharap orang tua ikut membantu. ”Sosialisasi ke kepala sekolah dan guru sudah berjalan. Ini tinggal memetakan saja apa kegiatan yang diberikan ke siswa nanti,” jelas Yusuf.
Ditargetkan, 10 November nanti program pengurangan jam belajar dan penghapusan PR dimulai. ”Prinsipnya di sini adalah merdeka belajar. Sekaligus memberikan bekal ke anak-anak jati diri dan kehidupan sosial yang lebih baik lagi,” imbuhnya.
Sementara itu, Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi menyampaikan, dua program tersebut memberikan kesempatan kepada siswa untuk bersosialisasi dengan lingkungannya. Hal itu akan menjadi bekal bagi mereka kelak ketika dewasa.
Eri ingin pelajar mendapat nilai akademis yang bagus serta berkarakter. ”Anak-anak itu harus memiliki mental baja. Agar ketika menghadapi dunia nyata, dia memiliki kemampuan luar biasa,” ungkapnya. (*)