FAJAR, JAKARTA – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) resmi mengumumkan perpanjangan kebijakan rekstrukturisasi kredit selama 1 tahun sampai 31 Maret 2024. Kebijakan ini diambil sebagai antisipatif dampak ketidakpastian ekonomi global yang diprediksi masih tetap tinggi.
Direktur Humas OJK Darmansyah memastikan, kebijakan ini bersifat segmented dan sektoral karena sebagian besar sektor dan industri Indonesia telah kembali tumbuh kuat. Namun, berdasarkan analisis mendalam dijumpai beberapa pengecualian akibat dampak berkepanjangan pandemi Covid-19 (scarring effect).
“Sehubungan dengan perkembangan tersebut dan menyikapi akan berakhirnya kebijakan restrukturisasi kredit/pembiayaan pada Maret 2023, OJK mengambil kebijakan mendukung segmen, sektor, industri dan daerah tertentu (targeted) yang memerlukan periode restrukturisasi kredit/pembiayaan tambahan selama 1 tahun sampai 31 Maret 2024,” kata Darmansyah dalam keterangan tertulis yang diterima JawaPos.com(JPG), Senin (28/11).
Ia menjelaskan, ada tiga sektor yang berhak mendapatkan fasilitas ini, yakni Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) yang mencakup seluruh sektor.
Lalu, sektor penyediaan akomodasi dan makan-minum serta beberapa industri yang menyediakan lapangan kerja besar, yaitu industri tekstil dan produk tekstil (TPT) serta industri alas kaki.
“Kebijakan (restrukturisasi kredit) dilakukan secara terintegrasi dan berlaku bagi perbankan dan perusahaan pembiayaan,” jelasnya.
Sementara itu, ia memastikan kebijakan restrukturisasi kredit/pembiayaan yang ada dan bersifat menyeluruh dalam rangka pandemi Covid-19 masih berlaku sampai Maret 2023. Pihaknya berharap, Lembaga Jasa Keuangan (LJK) dan pelaku usaha yang masih membutuhkan kebijakan tersebut dapat menggunakannya sampai dengan Maret 2023.
OJK memastikan kebijakan itu akan tetap berlaku sampai dengan berakhirnya perjanjian kredit/pembiayaan antara LJK dengan debitur. Lebih lanjut, OJK akan terus mencermati perkembangan perekonomian global dan dampaknya terhadap perekonomian nasional, termasuk fungsi intermediasi dan stabilitas sistem keuangan.
Dalam kaitan itu, OJK meminta agar LJK mempersiapkan buffer yang memadai untuk memitigasi risiko-risiko yang mungkin timbul. “OJK juga akan merespons secara proporsional perkembangan lebih lanjut dengan tetap mengedepankan stabilitas sistem keuangan serta menjaga momentum pemulihan ekonomi nasional,” tandasnya.(*)