Evaluasi 10 Tahun Pembangunan PLTA Kayan

  • Bagikan

FAJAR, TANJUNG SELOR – Rencana Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Kayan di Peso, Bulungan, Kalimantan Utara (Kaltara) sudah memasuki 10 tahun pada 2022 ini. Namun, hingga saat ini belum ada progres yang berarti di lapangan. 

Oleh karena itu, maka dinilai perlu dilakukan evaluasi dari pemerintah daerah mengenai apakah pihak investor benar-benar serius untuk membangun salah satu mega proyek di Kaltara ini. Karena, masyarakat terdampak masih menunggu kepastian dari rencana ini. 

Sebagai tindak lanjut dari ini, Yayasan Pionir Bulungan melakukan Focus Group Discussion (FGD) terkait ’10 tahun rencana PLTA Kayan sebagai bagian dari strategi menuju ebergi baru terbarukan (EBT). 

Direktur Pionir Bulungan, Doni Tiaka mengatakan, melihat rencana pembangunan  PLTA ini, tentu akan ada banyak dampak yang perlu menjadi atensi bersama. Mulai dari faktor keamanan, ekonomi, hingga sosial dan budaya. 

“Kalau dari sektor keamanan, salah satunya perlu memastikan pembangunan bendungan PLTA itu harus seperti apa,” ujarnya. 

Artinya, volume air yang akan ditampung dan potensi terjadinya kedangkalan di dalam bendungan itu seperti apa perhitungannya. Jangan sampai hal yang demikian justru tidak dilakukan kajian teknisnya sehingga terjadi hal yang tak diinginkan  di kemudian hari. 

“Demikian juga dengan dampak terhadap budayanya. Jika misalnya nanti ada ribuan orang yang bekerja di sana, apakah itu tidak mengubah budaya orang di sana,” katanya. 

Termasuk soal studi LARAP. Dalam hal ini, pihak investor pelaksana yakni PT. Layan Hydro Energy (KHE) harus memastikan studi LARAP itu sudah sesuai atau tidak. Utamanya terkait dengan rencana relokasi pemukiman dia desa di hulu bendungan I PLTA Kayan, yakni Long Lejuh dan Long Pelban. 

“Pastinya untuk setiap proyek itu pasti ada evaluasinya. Apalagi sudah sampai 10 tahun seperti yang saat ini,” katanya. 

Sementara itu, Plt. Kepala Bappeda dan Litbang Kaltara, Helmi mengatakan, informasi terakhir yang diterima oleh pihaknya dari rencana PLTA Kayan ini adakan dilakukannya MoU antara PT. KHE dengan Sumitomo Corporation. 

“Jadi KHE ini kerja sama dengan Sumitomo. Informasi terkahir itu mereka mau melaksanakan konstruksinya di tahun 2023,” sebut Helmi. 

Sebagai tindak lanjut, Helmi mengatakan bahwa dalam waktu dekat ini pihaknya akan melakukan pertemuan dengan pihak investor untuk meminta keterangan mengenai keterlambatan dari rencana pembangunan PLTA Kayan ini. 

Namun, sebelum melakukan pengerjaan konstruksi bendungan, tentu hal-hal yang berkaitan dengan masyarakat harus klir dulu. Utamanya yang berkaitan dengan relokasi pemukiman penduduk. 

Kemudian, Akademisi dari Universitas Kaltara, Irsyad Sudirman mengatakan, jika melihat rencananya, PLTA Kayan ini akan mengakomodir seluruh Kalimantan, termasuk Ibu Kota Negara (IKN) dan Kawasan Industri Hijau Indonesia (KIHI) Tanah Kuning-Mangkupadi.

“Apakah ini adalah menjadi tanda tanya besar di kita. Apakah kebijakan ini mementingkan kepentingan nasional atau tidak? Ini kalau kita bicara masuk dalam skema isu strategis,” katanya. 

Pastinya, jika bicara soal Proyek Strategis Nasional (PSN), daerah juga harus berbicara mengenai apa keuntungan yang didapat daerah dari kegiatan ini.m, serta apa dampak yang didapatkan oleh daerah dari provinsi paling kaya ini. 

Secara umum, pembangunan itu semestinya ada dilakukan study Land Acquisition and Resetlement Action Plan (LARAP), yang merupakan rencana tindak penanganan dampak sosial ekonomi akibat pengadaan tanah dan pemukiman, termasuk pasa rencana PLTA itu. 

“Pihak investor harus memastikan studi LARAP itu sudah sesuai atau tidak. Utamanya terkait dengan rencana relokasi pemukiman dia desa di hulu bendungan I PLTA Kayan, yakni Long Lejuh dan Long Pelban,” jelasnya  

Berbagai temuan persoalan perlu disikapi, lanjutnya, mengingat renacan PLTA ini sudah lebih dari 10 tahun, poin penting yang harus dilakukan investor termasuk pemerintah ialah, review Amdal, karena perjalanan waktu rona lingkungan pasti berubah. 

Diterbitkan pada 2014, sudah sangat lama, padahal mestinya 3 tahun sekali dilakukan review. Begitupun perizinan, sebagai kebijakan yang harus dilakukan pemerintah. 

“Wajib dilakukan study larap, dan Roadmap yang jelas oleh investor, dengan panduan HSAP yang merupakan dokumen panduan untuk melakukan kegiatan pembangunan PLTA, HSAP merupakan dokumen mandatory (wajib) dalam proses pembangunan bendungan itu,” tambahnya. 

Selain itu, juga menjadi atensi adlaah keterbukaan infromasi detail agenda PLTA, baik dampak negatif maupun sebaliknya. Kemudian juga perlu dilakukan kajian terhadap dampak kerentanan terhadap perempuan dengan adanya PLTA itu. 

Temuan persoalan menjadu rekomendasi dalam pembahasan bersama itu,dan selanjutnya oleh masyarakat dan berbagai lembaga membuat kertas posisi, kepada pemerintah maupun investor agar ditindaklanjuti. 

“Pastinya untuk setiap proyek itu pasti ada evaluasinya. Apalagi sudah sampai 10 tahun seperti yang saat ini,” katanya.

  • Bagikan

Exit mobile version