FAJAR, TANJUNG SELOR – Persoalan infrastruktur di Kalimantan Utara (Kaltara) hingga kini masih menjadi atensi khusus. Sebab, masih banyak daerah yang masih terisolasi karena tidak ada akses darat yang optimal, utamanya di wilayah perbatasan.
Untuk itu, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kaltara meminta agar tahun 2023 ini jalan darat dari Malinau ke Krayan harus menjadi prioritas untuk ditangani. Ini tentunya dengan harapan tahun 2023 ini ada peningkatan dan akses jalan tersebut dapat dilalui dengan lancar.
Anggota DPRD Kaltara, Marli Kamis mengatakan, diketahui bersama bahwa pada tahun 2022 ke bawah itu pemerintah masih fokus pada penanganan pandemi Covid-19. Oleh karena itu, tidak hanya di perbatasan, di perkotaan masih terkendala penanganannya.
“Karena pemerintah mengutamakan keselamatan manusia. Tapi di 2023 ini, harapan kita ada peningkatan. Kita harap pemerintah berlaku adil,” ujar Marli saat dikonfirmasi, Jumat, 6 Januari.
Dibeberkannya, untuk di wilayah perkotaan saat ini hampir semua jalan sudah ada. Hanya ada beberapa titik yang rusak atau berlubang. Tapi kendaraan yang melintas tidak sampai amblas. Sementara di wilayah berbatasan sepertu di Pujungan, Apai Kayan dan Krayan, itu aksesnya masih sangat memprihatinkan.
“Untuk akses jalan yang parah, itu mobil double gardan saja bisa amblas. Jadi kita harapkan itu diprioritaskan, apakah lewat APBN, APBD provinsi atau dengan cara lain. Kita harap keadilan itu terjadi di tahun 2023 ini,” tuturnya.
Khusus jalan Malinau-Krayan, Marli mengaku sempat beberapa kali turun melakukan tinjauan bersama Wakil Gubernur (Wagub) Kaltara, Yansen TP guna memastikan adanya penjelasan dari pihak pengerja terkait kendala yang terjadi selama proses pengerjaan.
“Ini penting agar kita juga bisa menjawab pertanyaan dari masyarakat, supaya jawaban kita tepat dan tidak mis (miskomunikasi, Red). Kalau sampai mis, salah lagi nanti,” katanya.
Sejauh ini, lanjut Marli, pemerintah akan sulit untuk membangun jembatan permanen di Krayan jika akses jalan Malinau-Krayan itu belum operasional. Dicontohkannya di Sungai Lutut, Long Bawan. Sempat ingin dibangun jembatan ke arah kantor kecamatan setempat, itu hingga sekarang tidak dapat terlaksana.
“Sempat dicoba oleh kabupaten (Nunukan). Sempat ada pengadaan bersi untuk buat jembatan permanen. Hanya saja dana itu habis untuk ongkos pengadaan besinya. Itupun besinya tidak cukup anggarannya sudah habis, apalagi mau membangun,” bebernya.
Karena, ingin diangkut pakai pesawat, tidak mungkin besi yang digunakan itu dipotong pendek-pendek. Sehingga diharapkan Jalan Malinau-Krayan itu segera tembus dan fungsional baru jembatan dibangun permanen.
“Ini bukan pemerintah tidak mau bangun. Ini pernah dicoba oleh kabupaten dulu, tapi anggarannya habis untuk distribusi besinya saja. Sementara kalau kita buat pakai kayu, itu paling lama 5-6 tahun sudah rusak,” jelasnya.
Jika dihitung secara persentase, Marli mengatakan di perbatasan itu lebih dominan jalan yang rusak parah daripada yang bagus. Contohnya di Krayan Selatan, di wilayah itu belum tersentuh sampai ke perbatasan. Padahal itu akses yang digunakan orang membuat garam.
Di Krayan Barat, pernah ada pembukaan jalan, tapi peningkatan belum ada hingga saat ini.
Sementara yang ada itu baru seperti di Long Midang, karena itu jalan APBN. Saat ini konstruksinya sudah layak sekitar 5 kilometer beraspal. “Tapi kalau jalan lingkar perbatasan secara keseluruhan, itu masih jauh dari harapan. Masih banyak titik-titik yang mengalami rusak parah,” tegasnya.
Sebelumnya, Kepala Balai Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN) Kaltara, Zamzami menyebutkan, berdasarkan data yang dimiliki BPJN, akses jalan perbatasan di Kaltara memiliki panjang sekitar 1.000 kilometer.
Dari 1.000 kilometer ini terbagi lagi menjadi dua jenis, yakni jalan paralel perbatasan dan jalan akses perbatasan. Jalan perbatasan ini salah satunya untuk mendukung keberadaan Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Terpadu.
Di Kaltara, ada empat PLBN yang sedang dibangun, yakni PLBN Sei Pancang, PLBN Labang, PLBN Long Nawang dan PLBN Long Midang. Dari empat PLBN itu, yang di Long Midang yang paling sulit untuk dijangkau, sehingga pembangunan akses darat menuju ke Long Midang itu menjadi prioritas.
“Kalau PLBN Sei Pancang, itu akses laut. Kemudian PLBN Labang masih bisa diakses lewat sungai dari Mansalong, lalu PLBN Long Nawang bisa lewat Kaltim,” sebutnya.
Namun demikian, bukan berarti jalan ketiga PLBN itu tidak dibangun. Itu tetap dibangun, tapi ada skala prioritas. Secara bertahap jalan ke semua PLBN tetap akan dibangun agar bisa lebih mudah diakses, utamanya dalam hal pengangkutan barang.
Disinggung soal jalan Malinau-Krayan yang juga merupakan akses penghubung ke PLBN Long Midang, Zamzami mengatakan, saat ini tengah dilakukan beberapa kegiatan di ruas jalan sepanjang kurang lebih 207 kilometer itu, mulai dari relokasi, hingga pembangunan beberapa jembatan.
“Salah satu akses vital yang sekarang sudah terbangun adalah jembatan Melasuk di Semamu, Malinau. Sebelum jembatan ini ada, akses pengiriman barang sangat sulit. Termasuk mobilisasi alat dan pengiriman BBM (bahan bakar minyak),” sebutnya.
Tapi, setelah jembatan ini ada, meskipun masih dalam bentuk semi permanen, pengiriman barang, mobilisasi alat dan pengiriman BBM untuk pengerjaan jalan itu menjadi lebih mudah.
Untuk relokasi atau pengalihan ruas jalan, itu dilakukan karena eksisting jalan yang sudah ada sekarang kondisi geometrik-nya tinggi, melebihi standar derajat yang dipersyaratkan. Masih ada banyak titik yang ketinggiannya hingga 30 derajat, bahkan lebih. Sehingga ini tidak memenuhi syarat.
“Kita tidak turunkan di jalan eksisting yang ada sekarang. Selain biayanya tinggi, juga ada risiko longsor. Kenapa? Karena potongnya terlalu tinggi, bahkan bisa membentuk tebing hingga 100-an meter,” bebernya.
Makanya, diambil alternatif relokasi ruas jalan. Saat ini, kegiatan itu sedang dalam proses pengerjaan di lapangan. Melihat progres di lapangan, ia berharap target fungsional pada Juni 2024 dapat dicapai.
“Saat ini, dari 207 kilometer jalan Malinau-Long Bawan (Krayan) itu, masih ada sekira 30 kilometer yang belum tertangani. Harapannya di 2023 bisa teranggarkan, sehingga 2024 bisa selesai 100 persen,” pungkasnya. (*)