FAJAR, JAKARTA — Menjelang pelaksanaan ibadah haji tahun 2023, pemerintah terutama Kementerian Agama (Kemenag) terus memikirkan sejumlah rencana terkait pelaksanaan haji itu.
Salah satu yang menjadi perhatian besar banyak kalangan adalah terkait kenaikan biaya haji yang diusulkan Kemenag mencapai Rp69 juta setiap jemaah. Angka itu dinilai banyak kalangan akan memberatkan para jemaah.
Selain itu, kini ada rencana untuk menekan biaya haji. Salah satunya, menghilangkan layanan katering bagi jamaah. Sebagai gantinya, jamaah diberi uang tunai untuk bekal membeli makan sendiri.
Namun, menurut Ketua Umum Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia (IPHI) Ismed Hasan Putro, wacana penghapusan katering jamaah haji akan menimbulkan masalah baru. Yaitu, jamaah kerepotan membeli makanan sendiri sehingga bisa memengaruhi kekhusyukan beribadah.
”Sekarang tinggal dihitung mana yang paling besar risikonya jika memang itu solusi untuk menghemat biaya haji,” kata Ismed Hasan Putro di Jakarta kemarin (11/2).
Dia menuturkan, membeli makanan sendiri bisa semakin merepotkan bagi jamaah lansia. Apalagi apabila memiliki penyakit penyerta sejak dari tanah air. Tahun ini diperkirakan ada 62 ribu jamaah haji lanjut usia.
Untuk itu, dia mengusulkan, apabila layanan katering benar-benar dihentikan, perlu dipilah-pilah lagi. Tidak seluruh jamaah haji membeli makanan sendiri. Tetapi, ada jamaah dengan kriteria tertentu yang mendapatkan paket layanan katering.
Ismed mengatakan, jamaah haji dengan usia di bawah 60 tahun dan tidak ada penyakit yang berat diberi uang pengganti layanan katering. Mereka bisa membeli makanan sendiri.
Untuk diketahui, layanan konsumsi bagi jamaah haji sudah berganti beberapa kali. Sebelumnya, layanan diberikan secara prasmanan di masing-masing hotel.
Kemudian, digantikan dengan nasi boks atau kotakan. Awalnya nasi boks diberikan untuk makan siang dan malam. Pada musim haji 2022, jamaah haji Indonesia mendapat jatah makan tiga kali sehari.
Lebih lanjut, Ismed mengatakan, beberapa komponen biaya haji dikabarkan terlalu tinggi. Karena itu, perlu ada pembahasan serius antara pemerintah dan Komisi VIII DPR.
Menurut perhitungannya, biaya haji yang ditanggung jamaah sebaiknya dibatasi maksimal Rp 50 juta. Dengan demikian, jamaah tinggal melunasi sekitar Rp 25 juta. Sebab, saat mendaftar, jamaah menyetor uang muka Rp 25 juta. Sementara itu, usulan dari Kemenag, biaya yang ditanggung jamaah mencapai Rp 69 juta.
Anggota Komisi VIII DPR RI dari Fraksi PKS Iskan Qolba Lubis menilai, biaya haji harus rasional, adil, dan berkelanjutan. Dia mencontohkan biaya layanan masyair di Arafah, Muzdalifah, dan Mina yang naik signifikan hingga tiga kali lipat harus diaudit. (jpg/fajar)