FAJAR, MAKASSAR-– Operasional PDAM Makassar sepanjang 2016-2019 mendapatkan laba cukup besar. Hanya saja, pembagian laba PDAM Makassar tanpa melalui rapat direksi yang dicatat dalam notulensi.
Pembagian laba yang tidak sesuai prosedur ini merugikan negara sebesar Rp20 miliar atau Rp20.318.611.975,60 berdasarkan audit kerugian negara BPKP Sulsel. Kasus dugaan korupsi di PDAM Makassar ini pun menyeret mantan Direktur Utama PDAM Makassar Haris Yasin Limpo dan mantan Direktur Keuangan Iriawan Abadi sebagai tersangka.
Kejaksaan Tinggi Sulsel menetapkan Haris Yasin Limpo (HYL) dan Iriawan Abadi (IA) sebagai tersangka kasus dugaan korupsi PDAM saat menggelar ekspose di Kejati Sulsel, Selasa (11/4/2023).
Kasi Pidsus Kejati Sulsel, Yudi Triadi mengatakan, HYL dan IA ditetapkan sebagai tersangka setelah penyidik mendapatkan minimal dua alat bukti yang sah. Selain itu, juga telah keluar penghitungan Kerugian Keuangan Negara sebagaimana yang diatur dalam pasal 184 ayat (1) KUHAP
Penetapan tersangka Haris Yasin Limpo berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan Nomor :91/P.4/Fd. 1/04/2023 tanggal 11 April 2023.
Sementara penetapan tersangka Iriawan Abadi berdasarkan Nomor :92/P. 4/Fd. 1/04/2023 tanggal 11 April 2023.
Keduanya ditetapkan tersangka Pasal 2 Ayat (1) Jo. Pasal 18 Undang-undang RI Nomor : 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Undang-Undang RI Nomor: 20 tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-undang RI Nomor : 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke- 1 KUHP Jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Subsidair Pasal 3 Jo. Pasal 18 Undang-undang Nomor: 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Undang-Undang RI Nomor : 20 tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-undang RI Nomor : 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke- 1 KUHP Jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Kasi Pidsus Kejati Sulsel, Yudi Triadi menerangkan, laba operasional yang diperoleh PDAM sepanjang 2016-2019
dibagi untuk membayar tantiem dan bonus/jasa produksi serta premi asuransi dwiguna Jabatan bagi Wali Kota dan Wakil Wali Kota Makassar.
Sesuai prosedur, permohonan penetapan penggunaan laba oleh direksi PDAM Kota Makassar Kepada Wali Kota Makassar melalui dewan pengawas. Selain itu, pembagian laba seharusnya melalui pembahasan/rapat direksi dan dicatat dalam notulensi rapat.
Yudi Triadi mengungkapkan, prosedur pembagian laba tersebut tidak dilalui. Sepanjang 2016-2018, tidak pernah ada pembahasan/rapat direksi terkait permohonan penetapan penggunaan laba dan pembagian laba. Juga tidak ada notulensi.
“Tidak terdapat risalah rapat, melainkan pengambilan keputusan oleh direksi hanya berdasar rapat per bidang. Misalnya, jika tentang keuangan, maka pembahasan tersebut hanya terdiri dari Direktur Utama dan Direktur Keuangan PDAM Kota Makassar,” bebernya.
Yudi Triadi menjelaskan, laba yang diperoleh perusahaan atau PDAM Makassar tidak serta merta dibagikan. PDAM sebagai perusahaan daerah kota Makassar juga seharusnya
memperhatikan kerugian akumulasi sejak berdirinya PDAM Kota Makassar sebelum mengusulkan untuk menggunakan laba.
Direksi PDAM Makassar, kata Yudi Triadi, seharusnya memperhatikan Permendagri No. 2 tahun 2007 Tentang Organ dan Kepegawaian PDAM, Perda No. 6 Tahun 1974 dan PP 54 Tahun 2017.
“Tersangka HYL dan IA tidak mengindahkan aturan tersebut. Mereka beranggapan bahwa pada tahun berjalan kegiatan yang diusahakan memperoleh laba sedangkan akumulasi kerugian bukan menjadi tanggung jawabnya melainkan tanggungjawab direksi sebelumnya,” jelasnya.
Nah, berdasarkan pemikiran itu, mereka beranggapan bahwa berhak untuk mendapatkan pembayaran tantiem dan bonus/jasa produksi yang merupakan satu kesatuan dari penggunaan laba yang diusulkan.
Dia menjelaskan perbedaan besaran penggunaan laba pada Perda Nomor 6 Tahun 1974 dengan PP 54 Tahun 2017.
Pada Perda Nomor 6 Tahun 1974, besaran atau persentase untuk pembagian tantiem direksi 5 persen dan bonus pegawai 10 persen. Sementara pada PP 54 Tahun 2017, pembagian tantiem dan bonus hanya 5 persen, sehingga aturan tersebut tidak digunakan untuk pembayaran penggunaan laba. (*/fajar)