Incinerator Milik RSUD Jusuf SK Memiliki Ijin dari Kementrian LHK
TARAKAN – Limbah medis yang dihasilkan dari aktifitas pelayanan kesehatan harus ditangani secara serius. Sebab jika tidak ditangani dapat memberikan dampak yang kurang baik bagi lingkungan dan masyarakat.
Kepala Bidang Instalasi Kesling & K3, Trio Hariwibowo mengatakan, bahwa Incinerator pembakaran limbah medis RSUD dr. H. Jusuf SK telah memiliki ijin dari Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Kemen LHK).
“Pembakaran limbah medis hanya untuk internal RSUD dr. H. Jusuf SK dengan melakukan pengelolaan secara mandiri. Karena kita mempunyai alat pengelolaan limbah medis, yang mungkin satu-satunya di Kaltara khususnya rumah sakit yang mempunyai ijin dari Kemen LHK,” katanya kepada Radar Tarakan, Jumat (16/5) lalu.
Ia menjelaskan, tidak boleh semabarangan melakukan pengoperasian Incinerator, harus ada ijin operaional dari Kemen LHK. Pihaknya juga setiap bulan melakukan pencatatan penimbangan dari hasil pembakaran limbah.
“Hasil dari pembakaran limbah dalam bentuk abu, kemudian kita kirim ke Bogor. Di Bogor ada salah satu perusahaan Prasadha Pamunah Limbah Industri (PPLI). Itu adalah perusahaan yang pengelolaan tahap akhir untuk limbah medis dalam bentuk abu. Jadi kita kirim dari Tarakan ke Bogor,” jelasnya.
Ia mengungkapkan, pihaknya setiap 6 bulan sekali sangat memperhatikan terhadap kualitas lingkungan. Sebab Incinerator pembakaran limbah menimbulkan asap. “Kita setiap 6 bulan sekali bekerja sama dengan perusahaan laboratorium swasta untuk melakukan uji sampling udara,” ungkapnya.
Uji sampiling, kata dia, dilakukan untuk mengetahui hasil akhir, bahwa kualitas asap yang ditimbulkan dari Incinerator sudah memenuhi baku buku sesuai dengan ketentuan dari Kemen LHK yang sudah ditetapkan.
“Sejauh ini pengelolaannya aman, karena pengelolaannya mandiri dan juga dari udara aman karena kita rutin setiap 6 bulan sekali pengujian sempel udara,” sambungnya.
Ia menerangkan, RSUD dr. H. Jusuf SK memiliki dua alat Incinerator. Satu alat sudah mempunyai ijin dari Kemen LHK pada tahun 2020. Alat satunya lagi dalam proses pengajuan perijinan.
“Sehari kita menghasilkan 350 – 400 kg limbah medis. Setiap hari kita harus membakar sampai tuntas. Setelah itu abunya ditimbang. Kemudian abunya kita simpan di Tempat Penyimpanan Sementara (TPS),” terangnya.
TPS harus mempunyai ijin. Tidak boleh sembarangan disimpan. Semua terkait pengelolaan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) atau limbah medis harus ada perijinannya baik dari Kemen LHK, Dinas
Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi atau Dinas Lingkungan Hidup (DLH) kota.
Ia menambahkan, sejauh ini satu-satunya rumah sakit yang mempunyai ijin pengelolaan limbah mengunakan alat Incinerator hanya RSUD dr. H. Jusuf SK. “Kita bekerjasama seperti pengelolaan sampel udara. Setiap 6 bulan sekali, kita mengangkut ke Bogor mengunakan kerjasama tri parkit, ada rumah sakit, trampoder, sama pengelolaan terhadap akhir,” tambahnya.
Pengangkutan juga tidak sembarangan, sebab transpondernya harus ada ijin pengangkutan dari Kemen LHK dan PPLI. Untuk pengambilan limbah medis diruangan dilakukan sehari 4 kali, pagi, siang, sore dan malam. “Biasa kami sebut pengutipan. Pekerjaannya sehari saja untuk operasional Incinerator. Setelah diangkut oleh cleaning service (CS) langsung diolah dan dibakar oleh operator kami,” katanya.
Jika ada faslitas kesehatan yang tidak memiliki Incinerator, limbah medis disimpan dalam cold storage. Penyimpan dilemari dingin bisa bertahan sampai satu bulan sampai tiga bulan. “Berhubung kita punya alat sendiri, langsung dibakar setiap hari. Ketentuannya yang dianjurkan seperi itu, langsung keluar dari pelayanan kesehatan langsung dibakar,” ulasnya.
Ditanya terkait falkes luar yang ingin melakukan pembakaran di Incinerator milik RSUD dr. H. Jusuf SK, ia menyebutkan belum bisa. Sebab dari awal ada komitmen dari pimpinan, pembakaran limbah medis hanya khusus untuk internal.
“Walaupun banyak dari falkes luar ingin melakukan pembakaran disini, mohon maaf untuk sekarang belum bisa, karena ijinnya hanya untuk limbah kami sendiri,” sebutnya.
Oleh karena itu, limbah medis harus segara dibakar. Jika tercecer seperti jarum suntik bekas pasien HIV, atau penyakit menular, kemudian terinjak orang atau operator ini dapat menular.
“Maka dari itu, operator kami dilengkapi APD lengkap saat melakukan pembakaran limbah medis, dengan syarat pembakaran dengan suhu 800 – 1300 derajat celcisus. Tujuannya untuk menghilangkan sifat infeksius. Kalau sudah jadi abu hilang infeksius yang berawal banyak bakteri itu,” pungkasnya.