Banjir di Sembakung Nunukan, Dari 3 Tahun Sekali Kini 6 Kali Setahun

  • Bagikan

FAJAR, NUNUKAN – Sempat diterpa banjir sejak awal Juni lalu, ketinggian banjir di Kecamatan Sembakung perlahan turun. Terungkap penyebab banjir yang seharusnya terjadi hanya dalam tiga tahun sekali, sekarang dalam setahunnya bisa terjadi sampai enam kali.

Itu diungkapkan Sekretaris Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Nunukan, Armansyah. Menurutnya, alih fungsi hutan untuk keperluan perkebunan, permukiman sampai pertanian pangan, seperti sawah, salah salah satu faktor meningkatnya intensitas banjir di Kecamatan Sembakung

Perubahan alam secara luas tersebut pun, membuat masyarakat yang tinggal di Daerah Aliran Sungai (DAS) Sembakung terdampak banjir paling parah sepanjang kejadian banjir yang pernah terjadi. “Bayangkan saja, sekarang banjir di Sembakung itu, setahun bisa sampai enam kali, padahal dulu palingan tiga tahun sekali,” ujar Armansyah belum lama ini. 

Armansyah menerangkan, tidak hanya bannir, alih fungsi hutan tanpa memperhatikan lingkungan, juga mulai menimbulkan dampak tanah longsor dan pendangkalan aliran sungai Kecamatan Sembakung. “Ya, alih fungsi hutan yang selama tidak direncanakan dengan baik, dipastikan menimbulkan dampak merugikan masyarakat luas,” katanya.

Kerugian tersebut bahkan dapat dilihat langsung dari meningkatnya intensitas banjir, dimana sejak Januari hingga Mei tahun 2023 ini, telah terjadi 2 kali banjir di Sembakung.

Akibat banjir, pelayanan publik pun terganggu. Meskipun musibah menimbulkan dampak kerugian cukup besar baik rusaknya lahan persawahan, peternakan dan sarana fasilitas umum, penduduk Sembakung tidak lagi melihat banjir sebagai hal mengerikan.

Untuk mengurangi risiko bencana, Pemerintah Nunukan tahun 2023 menyiapkan lahan dan perumahan baru, untuk relokasi bagi penduduk Desa Atap RT 5 dan 6 dan Desa Pagar yang wilayah paling sering terendam banjir di Sembakung.

Tahun 2023 pun, diusulkan lokasi relokasi di Desa Tembelunu, untuk pembangunan 200 unit lebih rumah penduduk. “Jadi lokasi relokasi pemukiman penduduk di dataran tinggi Desa Tembelunu itu, seluas 60 hektare, selain membangun rumah, pemerintah juga menyiapkan akses jalan, aliran listrik dan fasilitas umum dan fasilitas sosial,” beber Armansyah.

Pembangunan rumah relokasi pun, dianggarkan oleh Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) sebesar Rp 60 miliar berkolaborasi dengan Dinas Pekerjaan Umum Penataan Ruang Perumahan Rakyat dan Pemukiman (DPUPR Perkim). (*) 

  • Bagikan