NUNUKAN, – Anggota Komite IV MPR / DPD RI, Asni Hafid, memonitoring data Registrasi Sosial Ekonomi (Regsosek) dan Dana Desa melalui kunjungan kerja yang digelar, Rabu, (19/10) di Kabupaten Nunukan Kalimantan Utara.
Kunjungan kerja tersebut memfokuskan pengawasan terhadap pelaksanaan dua peraturan perundang undangan, yakni UU No. 16 tahun 1997 tentang statistik dan UU No. 6 Tahun 2021 tentang APBN khususnya terkait dana desa, pinjaman daerah, pembiayaan ultra mikro dan Kredit Usaha Rakyar (KUR).
Maraknya Isu kebocoran data, tidak maksimalnya mekanisme pendataan penduduk, dan data penerima bansos tidak valid merupakan permasalahan secara nasional yang tentunya membutuhkan gambaran dan informasi dari BPS Nunukan.
“ kita monitoring bagaimana upaya BPS menghadapi isu kebocoran data agar dapat menyakinkan masyarakat bahwa datanya aman dan menghasilkan data valid, berkualitas setelah kegiatan Regsosek,” kata Asni Hafid.
Selain itu, anggota Komite IV tersebut juga memonitoring kesiapan pemerintah daerah mendukung pelaksanaan Regsosek yang dilaksanakan 15 Oktober hingga 14 November 2022, terkait koordinasi dan sinkronisasi terhadap kebijakan Gubernur dan Bupati mempercepat penghapusan kemiskinan ekstrem.
“ Kita menginventarisir berbagai persoalan dan permasalahan didaerah dan kemudian merumuskan rekomendasi pelaksanaan Regsosek di daerah,” ungkap Asni.
Pengawasan terhadap pelaksanaan UU tersebut, kata Asni Hafid merupakan komitmen DPD RI terhadap amanat konstitusi.
Percepatan pendataan Regsosek sangat diperlukan untuk mendorong penurunan kemiskinan ekstrem, hasilnya adalah menyajikan peringkat lesejahteraan setiap penduduk dan meningkatkan program pemerintah tepat sasaran.
“ Pendataan ini harus sebaik mungkin agar bansos maupun subsidi tepat sasaran dan memastikan kalau anggaran yang digelontar pemerintah sampai kepada warga yang berhak menerima,” kata Asni Hafid.
Pengawasan Dana Desa
Salah satu undang-undang yang menjadi ranah pengawasan Komite IV MPR/DPD RI adalah Undang Undang Nomor 6 Tahun 2021 tentang APBN yang didalamnya tertuang mendorong perekonomian warga.
“ Pagu Dana Desa di tetapkan sebesar Rp 68 Triliun dan dialokasikan ke 74.961 Desa di 434 Kabupaten / Kota seluruh Indonesia,” ungkapnya.
Menurutnya, permasalahan yang kerap terjadi terkait kebijakan Dana Desa tahun ini yang mengatur bahwa pemerintah desa yang tidak melaksanakan BLT selama 12 Bulan dikenakan sanksi pemeotong sebesar 50 persen dari penyaluran tahap II.
“ Kebijakan ini memberatkan pemerintahan desa apalagi bagi desa yang tidak memiliki pendapatan lain, sanksi ini juga memangkas hak-hak desa khususnya bagi desa yang warganya mapan dan tidak memerlukan BLT,” kata Asni Hafid melalui pertemuan yang dilaksanakan di Kantor Desa Binusan Nunukan.
Lebih lanjut disampaikannya, sebanyak tiga kementrian yang mengatur pelaksanaan Dana Desa yakni Kementrian Keuangan, Kementrian Dalam Negeri dan Kementrian Desa, PDT dan Transmigrasi, yang tentunya berpotensi membuat kerentanan dalam pengelolaan dana desa ditengah keterbatasan aparatur yang responsif adaptif terhadap perubahan regulasi.
“ Kami tentu bertanya bagaimana tingkat keefektifan dan efisiensi penyaluran dana desa selama ini yang telah disalurkan sebesar Rp 400,1 Triliun sejak 2015 lalu, hal seperti inilah perlu kita monitoring” lanjutnya.
Masih banyak lagi pengawasan yang dilakukan terhadap pelaksanaan Undang-undang tersebut termasuk penggunaan Anggaran PEN, kemudahan UMKM dalam pengajuan Kredit dan tingginya bunga yang harus diselesaikan pengusaha ultra mikro karena belum terintegrasinya pembiayaan Ultra Mikro dan KUR Super Mikro milik Pemerintah.
Untuk itu hasil kunjungan kerja ini, Asni Hafid berharap dapat mengidentifikasi permasalahan di daerah terhadap pelaksanaan UU tersebut, mendorong pemerintah pusat dan daerah serta steakholder segera menyelesaikan permasalahan penyaluran dana desa, pinjaman daerah, Pembiayaan Ultra Mikro dan Kredit Usaha Rakyat di Daerah. *fik.